“Ijinkan aku
datang ke pernikahanmu, Key.” Mata Eros memelas menatap Keyne. Namun gadis
berambut ikal itu hanya diam. Ia lebih asyik menikmati milkshake cokelat
kesukaannya.
“Key, ayolah.” Eros kembali memohon.
Keyne menarik napas panjang, menatap
lelaki di hadapannya “Nggak usah, Ros. Kamu nggak perlu datang. Doakan aja
supaya aku bahagia,” ujar gadis bermata sipit itu.Suara Keyne agak bergetar
ketika mengucapkan kalimat terakhir. Jemarinya saling menaut di bawah meja,
menutupi kegelisahan yang sejak tadi
menghantui.
Eros menunduk. Senyum yang biasa
menghias bibirnya kini raib. Badannya lemas, permintaannya
ditolak mentah-mentah. Sembilan tahun kebersamaan seolah tak ada artinya bagi Keyne.
|
pict: upperhouse-dot-com |
Kesunyian menghinggapi. Keyne tampaknya tak ingin menjelaskan sesuatu sementara Eros memilih memandang
kentang goreng di hadapannya
dengan tatapan kosong. Pikiran mereka mengembara ke masa lalu. Masa ketika
pertengkaran belum mewarnai kebersamaan. Masa ketika cinta masih terlihat
seindah fajar. Masa ketika impian belum tersapu kabut.
“Kamu ingat, Key di mana pertama
kali kita ketemu?” Suara berat Eros memecah kebisuan. Tanpa menunggu Keyne
menjawab, lelaki berambut pendek itu melanjutkan ucapan, “Waktu itu kamu sedang
ada tugas sekolah. Kamu harus membuat rangkaian listrik dengan menggunakan
kentang. Kamu sedang kebingungan di toko elektronik dan aku hanya memperhatikan
dari jauh. Seorang gadis mungil mencoba berbelanja peralatan listrik, sungguh
menarik buatku.” Eros berhenti sejenak, menyeruput ice lemon tea yang tinggal
separuh. Ditatapnya Keyne yang kini asyik mengunyah kentang goreng. Seulas
senyum tipis menghias bibir tipis gadis itu.
“Lalu kamu menghampiri aku dan menawarkan
bantuan,” senyum Keyne semakin lebar mengingat kisah awal perjumpaannya dengan
Eros. “Ternyata kamu kakak kelasku waktu SMP. Hahaha.” Keyne terbahak. Lupa
dengan kegusaran yang sesaat lalu melingkupinya.
“Tiga bulan setelah itu aku
memberanikan diri untuk bilang suka sama kamu.” Eros tersenyum menatap mata
Keyne. Senyum terindah yang pernah Keyne lihat. Ah, bukan senyum terindah.
Senyum Eros memang selalu indah. Itulah mengapa Keyne tak pernah bosan
menghabiskan waktu bersama Eros. Ia bisa menikmati senyum Eros sepuasnya.
Ditambah lagi Eros adalah orang yang ceria. “Dan
sembilan tahun kemudian, di sinilah kita. Membahas tentang
rencana pernikahanmu.” Eros mencoba tersenyum, tapi Keyne tahu sorot mata tajam itu kini terluka.
Keyne bukannya tidak tahu luka hati
dan kekecewaan Eros saat ini. Namun keputusannya untuk menikah dengan Nayaka
sudah dipikirkan dengan masak.
“Kita melewati sembilan tahun yang indah, Key. Menghabiskan waktu berdua
dengan kamu benar-benar menyenangkan buatku. Walaupun hanya sekedar ngobrolin
hal-hal absurd dan nggak penting atau membahas tentang teknologi terbaru yang
sedang dikembangkan. Bahkan berpetualang denganmu menjadi satu hal yang sangat
kutunggu-tunggu.” Eros menatap gadis di hadapannya yang kini sedang tersenyum,
membentuk sepasang lesung pipit yang selalu membuat Eros gemas.
Dengan suara sedikit berat, lelaki
berkulit putih itu melanjutkan, “Kamu ingat, nggak waktu kita ke Semeru?”
Keyne mengangguk kecil. “Waktu itu
aku sedang demam tapi nekat mau ikut kamu ke Semeru. Kamu udah melarang dan
berjanji akan ajak aku ke Semeru di kesempatan lain. Tapi aku malah ngambek dan
marah-marah. Dengan terpaksa akhirnya kamupun ajak aku. Perjalanan jadi sedikit
lebih lambat karena kamu terus-terusan mengecek kondisiku.”
“Kamu selalu keras kepala, Key.
Semua inginmu harus terpenuhi. Tak ada kompromi. Itu juga yang bikin aku makin
sayang sama kamu.” Kesunyian kembali mengisi. “Kamu masih sayang sama aku,
nggak, Key?,” tanya Eros .
Keyne menunduk. Seandainya Eros
tahu, ia ingin sekali berteriak bahwa ia juga menyayangi Eros. Sangat sayang,
malah. Namun ia menahan semua itu. Tak ingin lebih menyakiti Eros di pertemuan
terakhir mereka.
“Kamu sayang dia, Key?”
Gadis itu mengangkat wajahnya,
menatap Eros yang entah bagaimana terlihat semakin tampan dengan siluet cahaya
senja yang masuk ke café tempat mereka bertemu.
“Calon suamimu. Apakah kamu
benar-benar mencintainya?” Suara Eros terdengar berat ketika mengucapkan
kalimatnya.
Keyne hanya tersenyum. Ia teringat
bombardir dari keluarganya yang meminta untuk segera menikah dengan alasan umur.
Sosok Nayaka datang di saat Keyne sudah lelah dengan segala pertanyaan dan
kejaran itu. Hanya tiga bulan berkenalan sebelum akhirnya Keyne mengiyakan
ketika Nayaka memintanya menjadi istri. Tak ada rasa cinta. Tak ada rasa sayang
seperti yang dirasakan Keyne pada Eros. Nayaka seolah menjadi sosok pelarian
dari semua kejaran norma. Terkadang Keyne muak dengan semua itu. Perempuan
harus segera menikah agar tak disebut sebagai perawan tua. Lalu ketika usianya
mencapai 25 tahun, segala kejaran untuk menikah itu seperti mimpi buruk bagi
Keyne.
Segala alasan sudah dikemukakan pada
ayah dan mama. Keyne ingat ucapannya pada mama beberapa waktu lalu, “Key mau
berkarir dulu, Ma. Key masih ingin mewujudkan impian-impian Key.”
Namun mama mematahkan semua argumen
Keyne. “Key, sayang. Berkarir masih bisa dilakukan saat kamu sudah menikah,
Nak. Justru dengan menikah rejeki kamu akan semakin berlipat. Menikah itu
ibadah, Nak. Apalagi yang akan kamu cari? Kalau hanya mengejar dunia kamu akan
lelah. Dunia nggak akan ada habisnya.
Sampai kiamat pun, dunia akan terus menggoda, dunia akan selalu minta dikejar.
Ayah dan Mama hanya ingin lihat anak bungsu kami menikah dan bahagia.”
Tapi apa benar dengan menikah akan
membuat kita lebih bahagia? Buktinya banyak orang-orang yang akhirnya memilih
berpisah dan mengakhiri rumah tangga mereka. Sudah tidak ada kecocokan selalu
saja menjadi senjata andalan untuk berpisah. Bukannya orang menikah untuk
selalu beriringan dan mencoba menerima perbedaan dan bukannya memaksakan
keinginan masing-masing?
“Padahal aku sudah berulangkali
memintamu menjadi istriku. Tapi kamu nggak pernah mau. Sekarang ketika lelaki itu datang, kamu langsung
menerimanya.” Suara Eros membawa Keyne kembali dari lamunan.
“Kamu nyalahin aku?” Suara Keyne
sedikit meninggi. “Aku sudah pernah menyampaikan alasanku dan kita sudah
membahas ini berulang kali, Ros. Jalan kita nggak sama. Nggak mungkin kita bisa
membina rumah tangga kalau…”
“Aku sudah pernah bilang, aku akan
menikahimu tapi dengan caraku, dengan keyakinanku, dan aku minta kamu…”Eros
segera memotong ucapan Keyne.
“Aku nggak bisa pindah keyakinan
begitu saja hanya untuk menikah dengan kamu, Ros. Ada banyak hal yang harus
kupertimbangkan.”
“Hanya? Kamu bilang, hanya? Jadi
selama ini hubungan kita apa?Aku serius sama kamu tapi kamu nggak pernah
menganggap hubungan kita serius?”
Orang-orang di café mulai memandang
ke meja Eros dan Keyne. Mereka pasti bertanya-tanya apa yang dipertengkarkan pasangan
itu. Eros menarik napas panjang dan mengembuskan kuat-kuat. Seperti ingin
membuang semua emosi yang tiba-tiba menyelubunginya.
“Hanya itu yang bisa kulakuin, Key.
Aku nggak bisa meninggalkan keyakinanku.”
“Aku juga.” Sahut Keyne singkat.
“Karena itu aku menerima ketika Nayaka memintaku jadi istrinya.”
Eros tak dapat berkata-kata
mendengar ucapan Keyne. Selama tiga tahun terakhir hubungan mereka selalu
diwarnai dengan pertengkaran. Perdebatan tentang perbedaan keyakinan selalu
mewarnai pembicaraan. Masing-masing bertahan dengan keyakinannya. Tak ada yang
mau mengalah.
Selama ini Eros sangat menikmati
kebersamaan dengan Keyne. Gadis itu sudah membersamainya selama sembilan tahun. Keyne berbeda
dengan gadis –gadis lain yang dikenal Eros. Keyne selalu ceria. Meski ia sedang
ada masalah namun Keyne selalu bisa menghadapinya dengan senyuman seolah masalah itu tak pernah ada. Keyne mengajari
banyak hal kepada Eros tentang kehidupan. Meski usia mereka masih muda namun
Keyne memiliki banyak pengalaman hidup. Semua berkat keaktifannya mengikuti
berbagai organisasi sejak jaman SMA dulu.
“Aku nggak akan bisa nemuin orang seperti kamu lagi, Key.”
“Kenapa?” sahut Keyne. Heran dengan
ucapan Eros yang tiba-tiba.
“Kamu itu unik. Galak tapi
nyenengin. Selalu bisa bikin aku tertawa di kondisi apapun. Bisa menghibur
sekaligus ngejek aku. Kamu kelihatan cuek tapi sebenarnya sangat perhatian.
Kamu spesial, Key. Nggak akan ada yang bisa
nyamain kamu.” kali ini mata Eros
berbinar. Percikan kembang api tergambar disana.
“Eros, kamu harus tetap berjalan ke
depan. Kamu nggak bisa berhenti di sini. Masa depan kamu masih panjang. Aku
yakin suatu saat nanti kamu akan ketemu dengan seseorang yang jauh lebih baik
dari aku. Lebih sayang, lebih perhatian, lebih cantik, lebih lucu dan gemesin. Yang bisa bikin
kamu jatuh cinta kepadanya setiap hari. Yang bisa membuat kamu bahagia.” Keyne tersenyum. Meski begitu getaran dalam
suaranya tak dapat menutupi perasaan yang tersembunyi.
Membayangkan
akan kehilangan Eros dalam hidupnya cukup membuat Keyne bersedih. Beberapa hari
ini Keyne seperti kehilangan gairah hidup. Bagaimanapun juga Eros pernah
mengisi hari-harinya. Menemani mengerjakan tugas, mengantar jemput ke tempat
kerja saat motornya mogok, bahkan rajin membelikan makanan kesukaan Keyne bila
gadis itu sedang mengalami bad mood. Keyne tahu ia tak bisa begitu saja
menghapus Eros dari hidupnya.
“Kita
akan baik-baik saja setelah ini, Ros. Kamu akan melanjutkan hidupmu dan aku
akan menjalani hidupku. Mungkin kita nggak berjodoh tapi terlalu memaksa cupid
untuk menyatukan. Kadang hidup berjalan tidak sesuai dengan keinginan. Kita
hanya harus menerima. Semua akan ada hikmahnya. Kamu akan tetap berbahagia
walaupun tanpa aku. ”
* *
* * *
Eros
terbangun karena udara dingin yang menusuk. Lelaki berbadan tegap itu
merapatkan jaket dan syal melingkari leher hingga wajah. Ia melakukan
gerakan-gerakan senam ringan, mencoba menghangatkan tubuh. Sesaat lagi matahari terbit. Sebuah keindahan alam yang
selalu membuatnya takjub setiap kali mengunjungi tempat ini. Dari arah timur
semburat merah mulai muncul. Eros menunggu dengan sabar hingga mentari
menampakkan dirinya malu-malu.
|
pict: wikipedia-dot-com |
Hari
ini pernikahan Keyne dan Nayaka berlangsung. Eros menepati janjinya untuk tidak
hadir. Dua hari yang lalu ia memutuskan untuk mendaki Semeru. Mengenang
masa-masa kebersamaan dengan Keyne.
“Semoga
kamu berbahagia, Key.” lirih Eros berisik. "Kamu
nggak akan terganti. Sampai kapanpun."
* * * * *
Bontang, 15092019
Sandya Narda